Panggil Aku Ms. Stubborn Butterfly

 


Panggil aku Ms. Stubborn Butterfly

Ava berdiri di depan jendela kaca, persis di sebelah meja kantornya. Senyumya sekilas menghiasi wajahnya. Mata gadis itu mengerjap-ngerjap takjub melihat seekor kupu-kupu liar dengan lincahnya mengecup bunga mawar dari satu bunga ke bunga lainnya. Ava membayangkan dirinya menjadi seekor kupu-kupu. Ah…betapa senangnya dirinya.

Namun, kebahagiaan itu harus terenggut. Saat seorang pemuda menghalangi pandangannya. Pemuda itu tepat berdiri didepannya dengan posisi membelakanginya. Dia sedang asyik menelpon. Ava kesal, dia lalu mengetuk-ngetukkan jemarinya ke kaca. Pemuda menoleh, Ava mendelik dan dengan bahasa isyarat dia meminta pemuda itu minggir. Pemuda itu tak mengerti. Dia kembali sibuk menelpon. Ava merutuk “fuh… sialan, masak sih dia nggak ngerti” sambil menghempaskan pantatnya ke kursi kerjanya. Ava kembali memusatkan otaknya pada layar computer.

“Mba Ava, Ibu Desi meminta mba ke kantornya” kata Wahyu, lelaki tua yang berpuluh tahun mengabdi kepada Ibu Desi sebagai pembantu rumah tangga. Lelaki baik hati yang sering membantu Ava, membelikan makanan yang Ava suka.

“Baik Pak, terima kasih” jawab Ava singkat. Dan beranjak menuju kantor Ibu Desi, yang berada di dalam rumahnya. Ava adalah asisten ibu Desi yang merupakan seorang konsultan property terbaik di negeri ini. Sudah lima tahun Ava bekerja dengannya.

Ava mengetuk pintu.

“Masuklah Ava”

Ava membuka pintu, dan melihat pemuda yang menghalangi pandangannya tadi sedang duduk bersama Ibu Desi disana. “Siapakah dia? Kenapa ibu Desi belum bercerita padanya?” tanya Ava dalam hatinya.

“Duduklah Ava, sini dekat ibu” pinta Ibu Desi lembut.

Ava menurut. Sikapnya masih kaku duduk berhadapan dengan pemuda yang membuatnya kesal tadi. Lalu Ia memperhatikan ibu Desi, yang sedang menyeruput teh mint kesukaannya.

“Ava, kenalkan ini Shaka, dia adalah keponakan ibu. Dan dia akan bekerja bersamamu mulai hari ini. Ibu ingin istirahat,Ava. Kamu tahu kan, kesehatan ibu setahun ini menurun drastic. Ibu ingin tirah ke kampung ibu sambal menemani ibu disana yang sudah tua. Mungkin sesekali saja ibu kesini, melihat pekerjaan kalian.” Kata Ibu Desi sambal melihat Ava yang masih syok.

“Besok pagi-pagi sekali, ibu berangkat. Maaf ya Ava, ibu tidak pernah bercerita kepadauk soal rencana ini kepadamu.” Lanjut Ibu Desi lagi.

Ava seperti terhempas dipusaran waktu, dimana dia tidak tahu apa yang harus dia ucapkan. Mulutnya terkunci. Dan dia hanya bisa bengong, mulutnya menganga. Dia ingin menangis, tapi dia tak mau melakukannya di depan lelaki itu.

“Hey… bisa nggak sih mulutnya ditutup. Apa kamu mau mengundang lalat masuk ke mulutmu?”

Ava menoleh gusar pada Shaka, dia menarik mulutnya ke atas.

Ibu Desi tersenyum melihat kelakuan keduanya.

***

Tet tet tot…

Ava menggeliat dibalik selimutnya, ia meraih telepon genggamnya dan melihat ada beberapa kali panggilan tak terjawab dari nomor yang tak dikenalnya. Matanya masih berat. Ia kembali tidur. Telepon genggamnya berbunyi lagi.

“Halo”jawabnya dengan suara mengantuk

“Jam berapa kamu datang, heh”

“Siapa ini? Dengan setengah menguap dia menjawabnya.

“Shaka! Aku beri waktu kamu 10 menit untuk datang, kalau tidak, jangan menyesal.”

WHATTTTTT

Otak Ava langsung on, Shaka, ouf…sialan!!?? Ini masih jam 7.30 kurang. Buru-buru dia bangun dan melompat ke kamar mandi. Mandi capung.

10 menit kemudian, dia sudah sampai di rumah Ibu Desi, Pak Wahyu membukakan pintu untuknya.

“Pagi mba? Sambut Pak Wahyu hangat.

Ava tersenyum, ia memberikan sebungkus odading ke pak Wahyu. Yang dibelinya tadi.

Pak Wahyu menerimanya dengan suka cita. Gadis itu memang baik. Suka memberinya makanan dan hadiah. “Mau coklat atau kopi susu mba?”

“Coklat saja, pak, please” Ava mengedipkan matanya dan melenggang santai menuju kantornya.

“Pagi pemalas! Sapa Shaka ramah.

“Pagi,pak” jawab Ava tak acuh. Dan meletakkan odading yang dibelinya diatas meja. Lalu duduk dikursinya.

“Mulai sekarang, kerja dimulai jam 8 pagi, dan dilarang membawa makanan ke kantor”

“Baik…tapi karena saya sudah beli ini, jadi saya harus memakannya sekarang. Sayang kalau dibuang.”

“Apa kamu tidak mengerti peraturan, eh”

“Iya saya mengerti, tapi kenapa peraturan mendadak sekali. Mestinya jauh hari dong” protes Ava.

“Saya dan tante berbeda, tante memperbolehkanmu melakukan semuanya dengan sesuka kamu. Tapi saya tidak. Kamu, harus patuh dengan perintah saya.” Jawab Shaka tegas,

Perut Ava mendadak kaku. Ia menatap lelaki itu lekat. Shaka telah membuat dirinya tak nyaman. Ia mulai kangen dengan Ibu Desy. Ia, ibu Desi membebaskannya melakukan apa saja yang ia mau. Ibu Desy juga memberikan dia kantor sendiri, Ibu Desy tak pernah melarangnya, makan saat bekerja, atau mendengarkan music yang ia suka. Asal pekerjaan beres, tak masalah. Ava menarik nafas dalam, ini tak bakalan mudah. Ia tak bisa bekerja terlalu tegang.

***

“ini salah Ava, kamu harus ganti itu”

“Tidak, ini yang bener”

“Ganti”

“No….hasilnya tidak bagus”

“Stubborn”

Ava cemberut. Laparnya semakin menjadi. Ia butuh sesuatu yang manis untuk meredakan ketegangan sarafnya. Ava menarik nafas dalam, lelah, tiap hari harus adu argument dalam project yang mereka kerjakan. Sikap Shaka berbeda 180% dengan Ava. Shaka seorang perfectionist, detail oriented dan dominan otak kiri. Yang membuat Ava terengah – engah untuk bersejajar denganya.

Ava mengambil ponselnya, membuka app layanan antar makanan, dan melihat – lihat makanan apa yan ingin dipesannya.

“Ms. Butterfly, focus bekerja sekarang!!” Shaka mengambil ponsel dari tangan Ava lalu mematikannya.

Ava menantang mata Shaka

“See! Kamu seperti butterfly, tidak focus pekerjaan, terbang kesana-kemari. Tidak bisakah kamu serius dan focus dalam satu pekerjaan untuk beberapa waktu, setelah itu kamu bisa melakukan hal lain”

Ava yang memang sedang tertekan, tak mampu lagi menahan gejolak marahnya. Ia menumpahkan semua uneg-uneg didadanya ke Shaka.

“Bapak, boleh panggil saya Ms. Stubborn butterfly, terserah saya tidak peduli. Saya memang stubborn, tapi saya punya alas an. Yes, saya seperti butterfly, karena memang itu gaya saya bekerja. Style kita bekerja berbeda. Tapi saya tidak pernah mengecewakan bapak, bukan?” Airmata Ava mengalir deras. Terserah sudah bagaimana akhirnya. Ava meraih tasnya dan pergi meninggalkan Shaka sendirian.

***

Sudah 3 hari Ava tidak masuk kantor, ia juga mematikan telpon genggamnya. Dan pergi berlibur ke daerah pegunungan tanpa meminta ijin Shaka namun sebelumnya ia sempat menelpon Ibu Desi, mereka mengobrol lama.

Hari ini dia pulang ke kost, belum sempat dia membuka pintu kost. Ia mendengar derap kaki yang mendekatinya.

“Apa kabar Ms. Stubborn Butterfly, bagaimana liburanmu” Shaka menyunggingkan seulas senyumnya yang mematikan.

“Oh No” jerit bathin Ava, Ia tak suka melihat senyum Shaka. Ia tak suka melihat mata teduh Shaka, yang diam-diam dia kagumi. Setengah mati Ava mengelabui perasaannya. Namun semakin menghindar, dia makin tersiksa. Dia rindu berantem dengan Shaka!.

“Cepat ganti pakaian, aku ingin mengajakmu pergi”

“Kemana?’ tanya Ava ingin tahu

“Rahasia dong” jawab Shaka nakal.

“Tunggu sebentar, Ava masuk ke kamarnya, dan melemparkan tas rangselnya ke sudut ruangan, setelah itu dia keluar dan menemui Shaka.

Melihat Ava keluar dengan pakaian yang sama seperti tadi, Shaka hanya tersenyum dan menggelengkan kepalanya.

Hati Ava berlompatan duduk di dalam mobil bersama Shaka. Sikapnya menjadi kikuk.

“Kita mau kemana?” tanya Ava

“Tidak usah tanya, lihat saja nanti”

Tak berselang lama, mereka sudah sampai.

“Lho..kok ke kantor” ucap Ava manyun.

“Bukankah, kamu sudah libur 3 hari tanpa pemberitahuan, dan sekarang saatnya bekerja lagi. Kamu kira aku mengajakmu kemana, hah!” jawab Shaka spontan.

“Kenapa tadi nggak bilang, saya kan bisa mandi dulu, Pak?” Ava mulai merasakan gerah dibadannya.

“Yee… siapa suruh stubborn”

Shaka tak memperdulikan Ava yang sedang cemberut. Ia membuka pintu kantor, dan semerbak makanan menggoda cacing di perut Ava. Mata Ava terbelalak. Disana ada makanan kesukaan Ava, lontong sayur, kerupuk, dan cheese cake. Ada juga cendol!”

“Makanlah sebelum dingin, aku tadi meminta Pak Wahyu membelikannya untukmu.” Kata Shaka manis.

Ava menelengkan kepalanya melihat Shaka. Ia masih tak percaya dengan apa yang didengarnya barusan.

“Makanlah cepat, sebelum aku berubah pikiran, Ms. Stubborn butterfly” Shaka lalu duduk di tempat kerjanya. Memandangi Ava dengan lembut.

“Tapi, kan kata bapak, tidak boleh makan di tempat kerja”

“No..argue. Makanlah dan setelah itu mulai bekerja”

“Ini tidak ada racunnya, kan?” Ava masih menolak, meski cacing diperutnya berontak,

“Ava!!!” Shaka mendelik

Ava menurut, ia memakannya dengan puas. Makanan itu telah membuatnya lupa, kenapa sikap Shaka tiba-tiba berubah padanya.

Ava tersenyum sendiri, yes… panggil aku Ms. Stubborn butterfly.

 

 

 

 

 

 

 

 

Comments